Saturday, March 12, 2016

Harga Jengkol Lebih Mahal Dari Ayam, Pedagang Warteg Menjerit

Seorang pedagang warteg di Jalan Menteng, Kota Bogor, Jawa Barat, mengeluh karena ia tidak dapat menyajikan hidangan semur jengkol kepada pelanggannya, karena harganya mahal.

"Harga jengkol lebih mahal dari harga ayam," kata Tuti (35), Jumat (11/3).

Menurut Tuti, harga jengkol naik drastis yang biasanya dari Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram menjadi Rp 35 ribu per kilogram. Sementara harga ayam potong per kilonya hanya Rp 30 ribu.

"Kalau Rp 35 ribu mana sanggup saya beli, padahal banyak yang menanyakan jengkol. Tapi saya tidak kuat belinya," kata dia seperti dikutip Antara.

Tuti yang sudah berjualan warteg sejak 2003 ini biasa membeli jengkol atas permintaan pelanggannya. Untuk berbelanja kebutuhan warteg dia belanja di Pasar Jambu Dua. Sehari dia biasa membeli dua kilogram.

Menurut ibu satu anak tersebut, jika dia membeli jengkol dua kilo seharga Rp 70 ribu, dia tidak mendapatkan keuntungan dan sulit untuk menjual. Karena, pelanggannya hanya buruh kerja dan ibu rumah tangga yang kebanyakan membeli seharga Rp 3.000 sampai Rp 5.000 per porsi.

"Kalau harganya Rp 35 ribu per kg, saya mau jual berapa. Kalau yang beli cuma Rp 3.000 berat saya ngasihnya berapa biji, kalau beli Rp 5.000 paling saya cuma bisa kasih empat biji, itu pun banyak yang protes," katanya.

Dia mengatakan, jengkol merupakan hidangan yang banyak dipesan oleh pelanggannya. Tetapi sudah tiga hari ini dia tidak bisa menyediakan jengkol karena harganya yang lebih mahal dari harga ayam potong.

"Saya juga tidak tahu kenapa harganya mahal, apa karena pengaruh hujan, atau memang lagi sedikit produksinya," kata dia.

Selain karena mahalnya harga jengkol, Tuti juga dipusingkan dengan harga cabai yang terus melambung. Cabai merah besar yang pekan lalu Rp 40 ribu per kg, kini menjadi Rp 58 ribu per kg. Cabai rawit merah juga bertahan Rp 48 ribu, cabai rawit hijau Rp 36 ribu. Bawang merah dari Rp 28 ribu kini menjadi Rp 43 ribu, begitu juga dengan bawang putih Rp 40 ribu per kg.

"Pusing harga sekarang, cabai dan bawang mahal semua, padahal itu bahan yang paling penting. Kalau cabai dan bawang sudah mahal begini, beban kita mau jualan," katanya.

Mahalnya harga komoditi hortikultura tersebut membuat Tuti minim untung. Dia juga terpaksa menambah modal biaya, dan menyiasatinya dengan menaikkan harga jual Rp 1.000 per porsi, atau mengurangi sambal. Sejak harga naik, keuntungan yang bisa dikontonginya hanya Rp 50 ribu sampai Rp100 ribu.

Warteg milik Tuti cukup ramai dikunjungi baik dari kalangan pelajar, pekerja apotik, pekerja kantoran, pemilik warung maupun warga yang berada di seputar Jalan Menteng dan Semeru. Sehari dia masak lebih dari 50 porsi hidangan.

No comments:

Post a Comment